Awali Rizky menyampaikan bahwa diskusi ini tidak hanya melibatkan internal Timnas AMIN, tetapi juga pihak eksternal, khususnya para pakar tata kota dari universitas. Hal ini bertujuan agar ke depan jika AMIN memimpin negeri ini, maka kebijakan perkotaan berbasiskan data, riset, dan kajian para ahli.
“Dari sisi visi, misi, dan program AMIN sudah selesai dengan menitikberatkan pada kesetaraan dan keadilan untuk mewujudkan Indonesia adil makmur untuk semua. Tentu kami terus berdiskusi dengan para pakar dan ahli baik dari internal Timnas AMIN maupun eksternal (akademisi independen) khususnya tentang pembangunan 40 kota exsiting yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia untuk akselerasi pemerataan ekonomi,” ujar Awalil saat konferensi pers Visi, Misi, dan Program AMIN dalam pembangunan kota di Indonesia, Jumat (12/1/2024).
Dia menekankan bahwa Timnas AMIN tidak menutup atas masukan-masukan dari pakar dan ahli independen terkait dengan visi dan misi AMIN.
Ahmad Nur Hidayat, anggota Dewan Pakar Timnas AMIN, menyampaikan bahwa Ibu Kota Nusantara (IKN) telah memiliki dasar hukum, yaitu undang-undang, sehingga pemerintah harus melaksanakannya. Di sisi lain, Timnas AMIN memiliki opsi lain dalam pembangunan kota, yaitu melalui upgrade 40 kota yang sudah ada, bukan membangun dari nol. Sebanyak 40 kota ini juga tersebar dari Sabang – Merauke.
“Pembangunan (upgrade) 40 kota yang sudah ada ini akan lebih terasa dampak pemerataan ekonomi dibandingkan hanya membangun satu kota baru. Pasalnya, ketimpangan saat ini terasa di mana-mana,” tuturnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah memiliki konsep pembangunan kota, tetapi bukan untuk pemerataan karena tidak relevan jika hanya membangun satu kota baru, yaitu Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Komitmen kita adalah bahwa pembangunan kota tidak sekadar fisik, kota ada masalah hubungan keluarga dan budaya, tidak serta merta pembangunan fisik, tetapi upgrade sehingga misalnya kota nantinya memiliki ruang publik untuk warga. Kemudian masing-masing kota memiliki fitur atau ciri khas yang berbeda,” kata eks Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia ini.
Prof. Suparwoko menjelaskan, jika kantor kementerian dibangun di setiap kota yang berbeda, maka akan menumbuhkan perekonomian di wilayah tersebut. “Bisa dibayangkan kementerian ada di daerah-daerah yang berbeda tentu akan memberi multiplier effect. Ide saya untuk mendistribusikan kementerian di berbagai daerah ini untuk distribusi pemerataan keadilan dan pembangunan
Pemerataan Lebih Cepat
Bambang Wijananto meyakini bahwa pemerataan ekonomi terjadi jika ada redistribusi ekonomi. “Bayangkan IKN dibangun, akan ada satu pusat saja. Jika 40 kota, maka redistribusi ekonomi lebih cepat. Investor akan banyak pilihan daripada 1 portfolio [pembangunan satu kota baru].”
Melalui pembangunan 40 kota, katanya, ada diversifikasi risiko bagi investor. Demikian juga dengan sumber pembiayaan menjadi lebih banyak lagi.
“Dari kacamata pembangunan, membangun 40 kota yang sudah ada ini sangat menarik, karena ada  diversifikasi risiko, diversifikasi investor, dan diversifikasi pembiayaan,” kata Bambang.
Marco Kusumawijaya menambahkan bahwa program pembangunan 40 kota yang sudah ada di berbagai wilayah Indonesia sebetulnya hal biasa. Akan tetapi, program ini menjadi luar biasa karena melaksanakan hal-hal yang selama ini terabaikan. Padahal, pembangunan kota ini sangat mendasar, tetapi tidak dilakukan oleh rezim saat ini. (*)