PN Lhokseumawe Vonis Terdakwa Kasus Pengeroyokan Remaja, Keluarga Korban: Tidak Relevan

  • Bagikan
Ilustrasi sidang. Foto: Ist
Ilustrasi sidang. Foto: Ist

LHOKSEUMAWE- Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe telah memutuskan terhadap 11 terdakwa dengan vonis empat dan enam bulan hukuman penjara, terkait penganiaan dan pengeroyokan kepada seorang remaja berinisial SZ (13) yang menggunakan benda tumpul dan senjata tajam (sajam). Sidang putusan itu dilakukan di pengadilan setempat, pada 25 November 2022.

Kasus penganiaan tersebut terjadi pada 8 Oktober 2022 lalu, sehingga bergulir ke pengadilan karena berkas perkara itu dinyatakan sudah lengkap dan P-21 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhokseumawe. Namun, hasil putusan hakim PN Lhokseumawe bahwa orang tua korban menilai tidak relavan dan tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya.

“Keputusan hakim menjatuhkan hukuman pidana empat dan enam bulan penjara, dan sebagian ada yang bebas bersyarat itu tidak relavan terhadap para terdakwa kasus pengeroyokan, serta jauh dari keadilan dengan tuntutan sebelumnya pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus tersebut yakni Pasal 340 KUHP Jo 53 KUHP, Pasal 338 KUHP Jo 53 KUHP, Pasal 170 ayat (1) KUHP, Pasal 170 ayat (2) Ke-1, Ke-2 KUHP, Pasal 2 ayat (1) UU Darurat, serta Pasal 80 ayat (2), ayat (1) UU Perlindungan Anak Jo UU SPPA,” kata Risawan Bentara selaku ayah kandung korban, Jumat, 2 Desember 2022.

Namun, sebut Risawan, keputusan hakim pada 25 November 2022 menolak dakwaan primair JPU terhadap ancaman pidana penjara sesuai Pasal 340 KUHP. Hakim menyatakan, bahwa tidak ada bukti kuat tentang dakwaan percobaan pembunuhan berencana, karena korban belum mati atau meninggal.

Menurut Risawan, padahal kalau korban sudah mati, bukan melanggar Pasal 340 tersebut. Tapi melanggar Pasal 338 KUHP sebagaimana disebutkan “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Kemudian, dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.100.000.000.

Lebih lanjut, kata Risawan Bentara, ada beberapa kejangalan dalam proses hukum atas keputusan hakim yang memutuskan perkara untuk para terdakwa. Padahal, mereka yang seharusnya dijalankan proses ketentuan hukum itu denga pasal berlapis.

Risawan menjelaskan, dugaan percobaan pembunuhan berencana terhadap anaknya, bahwa jika dilihat dari kronologis kejadian memang sangat memprihatinkan. Karena ketika itu setelah terjadi pengeroyokan di lapangan Sudirman Lhokseumawe, ternyata di tempat yang lain kelompok mereka (pelaku belasan remaja) menculik dan membawa korban (SZ) lagi ke Pasar Sayur Lhokseumawe. Dan, sebagian dari mereka sudah menunggu di tempat tersebut.

“Saat itu kondisi anak saya dengan tangan diikat kebelakang, ditelanjangi, dikencingi dan dipukul bersama-sama sebanyak 14 orang (fakta jumlah terdakwa dalam sidang) sampai babak belur dengan menggunakan balok kayu dan clurit. Korban saat itu tidak sadarkan diri lagi, dan berkat izin Allah diselamatkan oleh salah seorang yang kurang sehat pikiran (gila) hingga para pelaku pengeroyokan lari,” ungkap Risawan.

Seandainya anaknya (korban) itu tidak dibantu oleh orang tersebut, menurut Risawan, maka patut diduga akan mati. Ini bukanlah kasus pengeroyokan biasa, tapi termasuk kasus percobaan pembunuhan berencana karena korban masih selamat yang diancam dengan Pasal 340 KUHP berbunyi ‘Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun,” ujar Risawan Bentara.

Oleh sebab itu, Risawan menilai hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe telah mengesampingkan dakwaan primair JPU tersebut. Hakim tidak memberikan hak menyampaikan pendapat sebelum keputusan diambil, itu melanggar Pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA. Pada Pasal 60 Ayat (1) sebelum menjatuhkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak.

“Pada saat sidang keputusan bahwa kami pihak keluarga korban tidak diberitahukan. Kami ikuti sidang atas inisiatif sendiri. Hakim menerima dakwaan susbsidair JPU terhadap Pasal 170 Ayat (2) KUHP,” ungkapnya.

“Ini bukan kasus biasa, tapi kasus percobaan pembunuhan berencana, ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana (KUHP) berlaku juga dalam acara peradilan anak sebagaima dijamin dalam Pasal 16 dan Pasal 79 Ayat (4) UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” tegas Risawan. [] (Red).

 

  • Bagikan