LHOKSEUMAWE- Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara, menyoroti terkait anggaran Rp61,7 miliar yang digelontorkan Biro Umum Kantor Gubernur Aceh, disinyalir untuk mengurus urusan rumah tangga Gubernur dan Wakil Gubernur.
Anggaran tersebut diketahui berdasarkan data Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP sebanyak Rp61,7 miliar.
Ketua Umum DPM Fakultas Hukum Unimal, Teuku Irsyadul Walad Faini, menilai itu merupakan potret nyata dari fenomena pemborosan anggaran yang kembali terjadi di tanah rencong, Aceh. Ketika jalan rusak dan lumbung kosong, tapi gorden diganti.
“Di tengah masih banyaknya rakyat Aceh yang tinggal di rumah tidak layak huni, Biro Umum bahkan menganggarkan Rp600 juta untuk gorden dan Rp1,3 miliar untuk pakaian safari pejabat. Pengadaan iPad, iPhone, dan MacBook seharga Rp639 juta hanya bisa dijelaskan dengan satu kata, yaitu hedonisme birokrasi. Pengadaan mobil dinas mewah seperti Toyota Zenix dan Pajero Sport dengan nilai fantastis Rp9,2 miliar ini sangat tidak relevan, Ini membuktikan bahwa mental pejabat kita masih menjadikan jabatan sebagai gaya hidup, bukan amanah rakyat,” kata Irsyadul, Jumat, 25 April 2025.
Irsyad menyampaikan, bahwa sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, Aceh seharusnya melakukan efisiensi bukan malah bersolek anggaran. Apa yang dilakukan oleh Biro Umum adalah contoh nyata kesalahan dalam mengurus prioritas pembangunan. Mereka tidak sensitif terhadap realitas sosial masyarakat Aceh.
Irsyad manambah, pihaknya menuntut pemangkasan anggaran Biro Umum yang tidak pro-rakyat, audit transparan atas 138 kegiatan SIRUP, serta pengalihan dana ke sektor padat karya, pertanian, dan infrastruktur desa.
Dalam situasi ini, menurut Irsyad, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh(DPRA) tidak bisa diam. Sebagai lembaga legislatif daerah, mereka memiliki kewenangan penting untuk mengevaluasi dan mengawasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, DPRA berhak melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Aceh, termasuk dalam hal belanja daerah yang tidak mencerminkan kepentingan publik.
“Anggaran daerah adalah amanah rakyat, bukan untuk didekorasi dalam kemewahan birokrasi, melainkan untuk memperbaiki nasib kaum lemah di tengah masyarakat. Saat penguasa buta terhadap penderitaan rakyat, maka mahasiswa harus menjadi cahaya yang mengingatkan. Kami tidak diam, karena kami adalah suara yang lahir dari perut manusia,” ungkap Irsyad. []