MEDAN – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menahan dan menetapkan Kepala Dinas Kesehatan Sumut Alwi Mujahid, menjadi tersangka korupsi kasus dugaan penyelewengan dan mark-up pengadaan sarana, prasarana bahan dan peralatan pendukung Covid-19, senilai Rp 24.007.295.676,80, pada tahun 2020.
Alwi Mujahid pun kini ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, untuk kepentingan penyidikan.
“Dalam kasus ini ada dua orang yang ditetapkan sebagai sebagai tersangka dan ditahan yakni Kepala Dinas Kesehatan Sumut yang juga pengguna anggaran berinisial AW dan RMN (pihak swasta/rekanan),” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, didampingi Aspidsus Iwan Ginting dan Kasi Penkum Yos Tarigan di Kejati Sumut, Kota Medan, Rabu (13/3/2024).
Dalam rangka efektivitas proses penyidikan dan pertimbangan obyektif dan subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP, kata dia, kedua tersangka ditahan selama 20 hari ke depan.
Kasus bermula pada tahun 2020. Awalnya diadakan pengadaan APD (Alat Pelindung Diri) dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000. Salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Penyusunan RAB yang ditandatangani oleh tersangka Alwi Mujahid diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi pemahalan harga/mark up yang cukup signifikan,” jelasnya.
Dalam pelaksanaannya, diduga diberikan kepada tersangka RMN (selaku pihak swasta/rekanan), sehingga RMN membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.
“Di samping itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB, dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5,” jelasnya.
Adapun jenis pengadaan yang dilakukan berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen dan masker N95. Akibat perbuatan tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat telah terjadi kerugian negara sebesar Rp. 24.007.295.676,80.
“Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” jelasnya.
Saat ditanya apakah ada kemungkinan tersangka baru dalam perkara ini, Kajati Sumut Idianto menyampaikan bahwa tim penyidik telah melakukan koordinasi dengan PPATK untuk melakukan pelacakan kerugian negara mengalir ke siapa saja.
“Kita meminta kepada pihak-pihak yang menerima aliran dana dari tindak pidana dugaan korupsi ini agar segera mengembalikannya ke tim penyidik,” bebernya. (cnn)