Papua: Kronologi konflik Pilkada di Puncak Jaya

  • Bagikan
Sebanyak 40 rumah warga Distrik Mulia di Puncak Jaya, Papua Tengah, terbakar karena bentrok antara dua kelompok pendukung calon bupati Puncak Jaya, Rabu (27/11/2024). doc/Humas Polda Papua

PAPUA – Kerusuhan terjadi di Puncak Jaya, Papua Tengah, pada hari pemilihan kepala daerah (pilkada), Rabu (27/11/2024), sehingga menyebabkan 40 rumah terbakar dan 94 orang terluka karena serangan panah. Apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa sistem noken disebut jadi salah satu biang keladi?

Situasi telah panas sejak sehari sebelum pilkada, saat barisan pendukung calon bupati Miren Kogoya “merampas” surat suara untuk empat distrik berbeda, kata Marinus Wonda, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puncak Jaya.

Barisan suporter Miren kembali disebut sebagai yang memulai serangan terhadap kelompok pendukung calon bupati Yuni Wonda di hari pilkada karena tak terima dengan kekalahan perolehan suara di Kampung Puncak Senyum, Distrik Irimuli.

Miren Kogoya membantah tuduhan ini.
Setelah kejadian tersebut, para calon bupati dan tim sukses masing-masing kubu meneken kesepakatan “untuk menghentikan peperangan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak dan kerugian material yang lebih besar”.

Kini, Polda Papua pun menyebut situasi di Puncak Jaya telah kondusif.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah perlu dilakukan pemungutan suara ulang di empat distrik di Puncak Jaya?

Mengapa tokoh masyarakat setempat menyerukan agar sistem noken atau ikat diganti dengan sistem pemilu nasional demi menghindari terjadinya kerusuhan lain di masa depan?

‘Perampasan’ surat suara empat distrik di Puncak Jaya

Pada Selasa (26/11), barisan pendukung Miren Kogoya, calon bupati Puncak Jaya nomor urut 2, telah datang sejak pagi ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak Jaya di Distrik Mulia.

Menurut Marinus Wonda, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puncak Jaya, awalnya barisan pendukung itu meminta KPU menyerahkan logistik pilkada—termasuk surat suara—untuk satu kelurahan di Distrik Mulia.

“Mereka langsung mau ambil di kantor KPU, tetapi kantor KPU tidak mau kasih karena prosedurnya [distribusi logistik] harus melalui penyelenggara tingkat bawah, PPD [Panitia Pemilihan Distrik],” kata Marinus kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/11).

“Nanti PPD punya tugas mendistribusikan ke masing-masing kampung.”

Namun, kata Marinus, massa pendukung Miren seharian menunggu di depan kantor KPU Puncak Jaya sembari membawa sejumlah senjata, termasuk parang dan panah.

Marinus mengeklaim aksi ini menghambat pengiriman logistik pilkada, tak hanya ke Distrik Mulia, tapi juga distrik-distrik lainnya di Puncak Jaya.

  • Bagikan