KEBUMENÂ – Suara-suara kritis dari civitas akademika berbagai perguruan tinggi yang banyak bermunculan belakangan ini hendaknya jangan diabaikan begitu saja. Jangan pula dianggap sebagai ancaman.
Suara-suara dari universitas harus dipandang sebagai masukan berharga untuk memperbaiki kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama keberlanjutan sistem demokrasi ke depan.
Executive Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) Sudirman Said menyampaikan hal itu pada acara Sarasehan Rakyat di GOR Mahkota Graha, Kebumen, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024).
Sudirman menyatakan, keprihatinan yang disampaikan para akademisi, para guru besar dari berbagai perguruan tinggi tersebut hendaknya dipandang sebagai peringatan, sebagai alarm tanda bahaya untuk menyelamatkan negara dari perilaku antidemokrasi.
“Ibarat mobil, peringatan para akademisi dan guru besar itu adalah spion, lampu sein, speedometer, juga rem. Kalau kita andaikan suara para cendekiawan, itu sama dengan mencopoti satu per satu alat kontrol; maka kendaraan yang kita tumpangi bisa mengalami kecelakaan. Bangsa ini tidak ingin celaka. Karena itu jangan copoti perangkat-perangkat peringatan tanda bahaya,” kata Sudirman.
Terkait munculnya ancaman kepada sejumlah rektor dan guru besar, Sudirman mengimbau agar penguasa tidak menyumbat aspirasi yang berkembang. Ibarat air, lanjutnya, kalau aspirasi itu disumbat maka mereka akan mencari jalan keluar ke mana-mana.
“Air kalau terus dibendung lama-lama akan merembes atau bocor ke mana-mana. Kalau bendungannya tidak kuat maka akan jebol,” terang Sudirman.
Sudirman berharap agar pemerintah menerima masukan, aspirasi, dan keprihatinan para akademisi dan guru besar karena suara mereka murni untuk menyelamatkan bangsa dan negara.
“Suara mereka murni. Semata-mata untuk menyelamatkan bangsa dan negara. Tidak ditunggangi kepentingan-kepentingan politik lain,” tandas Sudirman. (*)