JAKARTA – Lembaga pengatur hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia saat ini yaitu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dikabarkan akan dibubarkan.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, pembubaran SKK Migas ini sejalan dengan revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang saat ini tengah difinalisasi.
Adapun salah satu poin dalam usulan revisi UU Migas tersebut yaitu pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas sebagai lembaga definitif pengganti SKK Migas.
“Konsekuensi logisnya demikian (pembubaran SKK Migas). Tidak ada dasar hukumnya lagi bagi kelembagaan tersebut,” ujar Mulyanto kepada CNBC Indonesi, Senin (18/9/2023).
Dia menjelaskan, SKK Migas ini merupakan badan usaha sementara ketika Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) pada 2012 lalu.
Lewat putusan MK No. 36 /PUU-X/2012, BP Migas dibubarkan dengan pertimbangan kehadiran BP Migas sebagai representasi negara saat itu dinilai justru mendegradasikan makna pasal 33 UUD 1945.
Mulyanto mengatakan, sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi, pemerintah harus membentuk lembaga baru yang setidaknya akan memiliki dua fungsi yaitu sebagai regulator dan operator.
“BUK Migas ini amanat JR di MK, yang memerintahkan pembentukan badan pengelola hulu migas yang memiliki dua fungsi, yakni sebagai regulator sekaligus operator, agar pengelolaan migas kita menjadi optimal bagi kesejahteraan rakyat,” jelasnya.
Lantas, bagaimana nasib pegawai SKK Migas bila lembaga tersebut dibubarkan?
Menjawab pertanyaan tersebut, Mulyanto mengatakan bahwa sumber daya manusia yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa dikembalikan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang membawahi SKK Migas.
“Terkait SDM-nya, yang PNS dikembalikan ke Kementerian ESDM,” ungkapnya.
Sedangkan, yang berstatus non-PNS diusulkan untuk nantinya bisa diserap oleh BUK Migas baru yang akan terbentuk. Namun begitu, Mulyanto mengatakan hal itu selama kompetensinya masih sesuai.
“Yang non-PNS saya usul untuk diserap oleh BUK Migas selama kompetensinya sesuai,” tandasnya.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas mengenai pembentukan BUK Migas. Dalam draf revisi UU Migas yang diterima CNBC Indonesia disebutkan bahwa:
Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4A
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
(2) Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendelegasikan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu kepada BUK Migas.
(3) BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemegang Kuasa Usaha Pertambangan.
(4) BUK Migas sebagai pemegang Kuasa Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu melalui Kontrak Kerja Sama dengan Badan Usaha dan/atau Bentuk Usaha Tetap.
(5) Dalam hal Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap mempunyai beberapa anak perusahaan, kegiatan usahanya dapat dilakukan dengan menggunakan pembiayaan secara mandiri, pengalihan pembiayaan dari anak usaha lain, dan/atau pembiayaan secara komersial.
(6) Dalam hal terjadi sisa cost recovery pada salah satu anak perusahaan, sisa cost recovery dapat dialihkan pembiayaannya pada anak perusahaan lainnya. (cnbc)