Warga Paya Bakong Pertanyakan Lahan Sawit di Koperasi, Begini Penjelasan Eks Kombatan GAM

  • Bagikan
Warga Gampong Peurupok, Kecamatan Paya Bakong, memperlihatkan bukti pembayaran pajak lahan yang tergabung dalam Koperasi Batee Meu Asah. Foto: durasi.co
Warga Gampong Peurupok, Kecamatan Paya Bakong, memperlihatkan bukti pembayaran pajak lahan yang tergabung dalam Koperasi Batee Meu Asah. Foto: durasi.co

ACEH UTARA- Sejumlah tokoh masyarakat dan eks kombatan di Gampong Peurupok, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, yang tergabung dalam Koperasi Batee Meu Asah, mempertanyakan kejelasan terkait pembagian lahan bagi eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan korban konflik, Rabu, 3 Juli 2024.

Berdasarkan perjanjian MoU di Helsinki Finlandia, bahwa sejumlah mantan kombatan berhak mendapatkan lahan pertanian dan perkebunan seluas 1.325 hektare.

Pembagian lahan itu jelas tertuang dalam poin-poin perjanjian damai yang diteken pada 15 Agustus 2005.

Mantan kombatan GAM, M. Nazir alias Cage, kepada wartawan, Rabu, mengatakan, areal kebun kelapa sawit seluas 1.325 hektare itu 35 persen kepemilikannya adalah mantan kombatan GAM, 15 persen fakir miskin, 15 persen kaum duafa, 15 persen korban konflik dan lima persen untuk penduduk sekitar areal perkebunan. Masyarakat berharap pengurus koperasi tersebut agar dapat merealisasikanya segera sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, karena pihak masyarakat beranggapan ada jatah mereka dalam areal perkebunan itu berdasarkan KTP dan KK yang telah dukumpulkan pengurus koprasi Batee Meu Asah sejak 17 tahun lalu.

“Kami ingin pihak koperasi untuk menyelesaikan masalah sengketa terdapat masyarakat yang ada di sekitaran ini, bagi mereka yang sudah diambil KTP dan KK-nya supaya mendapat lahan tersebut. Sebelumnya dalam koperasi itu terdapat 12 kelompok, tapi belakangan ada pengurangan menjadi delapan kelompok dan berbagai macam nama kelompoknya. Ketika itu (2007) pengurus koperasi mengambil identitas masyarakat yang dijanjikan bahwa per-KK akan mendapat lahan atau tanah 2 hektare, tetapi faktanya sejauh ini belum ada kesimpulannya untuk dibagikan lahan maupun hasilnya pertahun sekian berapa dari produksi panen kelapa sawit kepada calon penerima tersebut,” kata Nazir.

Menurut Nazir, untuk akte kepemilikan lahan atas nama masyarakat itu ada, cuma pihak koperasi hanya memberitahukan saja kepada pihaknya selaku pengurus kelompok bahwa ada akte tersebut. Sedangkan pembayaran pajaknya itu rutin dilakukan oleh ketua koperasi, masyarakat tidak pernah membayar pajak karena akte dan lahan dimaksud tidak dipegang utuh. Artinya, masyarakat yang sudah menyerahkan KTP dan KK sebelumnya itu tidak mengetahui terkait pajak tersebut. Tapi sebagian mereka ada yang menemukan slip pembayaran pajak, sehingga masyarakat mempertanyakan hal tersebut.

“Kami menunggu tindak lanjut dari ketua koperasi bagaimana diselesaikan persoalan ini. Karena pengumpulan identitas masyarakat itu bukan hanya satu kecamatan atau Paya Bakong saja, yang saya tahu terdapat sembilan kecamatan semuanya. Di antaranya Kecamatan Tanah Luas, Matangkuli, Pirak Timu, Cot Girek, Nibong dan sejumlah kecamatan lainnya,” kata M. Nazir, juga selaku Ketua Kelompok Reudeup Makmur yang tergabung dalam Koperasi Batee Meu Asah.

Ketua Koperasi Batee Meu Asah, Abubakar Sulaiman akrab disapa Tgk. Abe, mengungkapkan, pihaknya mengaku sulit untuk membagikan lahan tersebut, karena luas lahan yang tersedia kalah banyak dari jumlah KTP/KK yang terkumpul pada saat itu. Memang pada dasarnya warga Gampong Peurupok, Kecamatan Paya Bakong, menuntut haknya bagi yang punya lahan di koperasi. Perlu diketahui ini adalah koperasi bersama kombatan GAM maupun masyarakat korban konflik ikut tergabung.

“Kalau kita bagikan lahan itu kepada warga desa Peurupok, cuma masalahnya bukan untuk masyarakat setempat. Bukan punya milik masyarakat Peurupok, Paya Bakong, tapi milik kombatan GAM. Saya tegaskan itu sulit dibagikan kepada mereka, jika dibagi bagaimana untuk warga lainnya yang tergabung dalam koperasi. Cara membaginya ini saya kira susah, karena penerima yang tergabung itu lebih kurang 4.000 KK. Sedangkan lahan tersedia sekarang hanya 1.000 hektare itupun lahan kosong, yang ada tanaman sawit sekitar 67 hektare,” ungkap Tgk. Abe, juga mantan kombatan GAM.

Tgk. Abe juga menyikapi terkait pembayaran pajak. Ia mengakui, bahwa pajak itu pihaknya (koperasi) membayar, yang terkena pajak itu lahan seluas 1.000 hektare dan rutin setiap tahun dibayar. Tetapi kenapa ada bukti pembayaran penyeteron pajak di tangan (sebagian) masyarakat, siapa yang menyerahkan. Maka dari itulah mereka mengklaim lahan itu atas kepemilikannya. []

  • Bagikan