Wali Nanggroe Aceh dan Ketua MRP Papua Bahas Tentang UU Kekhususan

  • Bagikan
Wali Nanggroe Aceh bersama MRP melakukan pertemuan, di hotel Horizon kawasan Kutaraja Distrik Abepura, Kota Jayapura. Foto: Dok. PA
Wali Nanggroe Aceh bersama MRP melakukan pertemuan, di hotel Horizon kawasan Kutaraja Distrik Abepura, Kota Jayapura. Foto: Dok. PA

JAYAPURA- Wali Nanggroe Aceh bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan pertemuan, di hotel Horizon kawasan Kutaraja Distrik Abepura, Kota Jayapura, Minggu malam, 3 Oktober 2021.

Pertemuan itu merupakan tindaklanjut setelah pihak MRP meminta Nurzahri (Jubir Partai Aceh) untuk menjadi saksi ahli dalam gugatan MRP terhadap undang-undang khusus Papua di Mahkamah Konstitusi. Dikarenakan dalam waktu bersamaan Wali Nanggroe Aceh dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), juga ikut hadir di Papua untuk mengikuti pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.

Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak bercerita tentang pengalaman keduanya dalam menghadapi pemerintah pusat, terutama terkait hubungan yang sudah diatur dalam masing-masing undang-undang kekhususan.

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, menyampaikan, bahwa pemerintah pusat tidak ikhlas memberikan kewenangan dan kekhususan ke Papua, dari 16 kewenangan kekhususan yang diatur dalam undang-undang Papua, hanya empat kewenangan yang dijalankan. Dan, kini setelah direvisi malah kewenangan Papua dikurangi oleh pusat.

“Salah satunya adalah tentang dana Otonomi Khusus (Otsus), walau jumlah ditambah menjadi 2,5 persen. Tetapi pengelolaan ditarik ke Pusat atau tidak lagi masuk ke APBD yang nantinya akan dikelola oleh lembaga dibawah kontrol Wakil Presiden RI,” kata Timotius Murib, dalam pertemuan tersebut.

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, menyebutkan hal yang sama, bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 atau tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tapi sampi saat ini Aceh belum melihat draft revisi tersebut.

Sebut Malik Mahmud, dan belum ada konsultasi serta pertimbangan DPRA, ada kemungkinan revisi UUPA akan bernasib sama dengan UU Papua.

Sementara itu, diakhir pertemuan itu Wali Nanggroe Aceh dan MRP sepakat akan membuat MoU atau nota kesepahaman bersama antara lembaga Wali Nanggroe dan lembaga MRP, yang nantinya akan dilaksanakan di Aceh ketika lembaga MRP berkunjung ke Aceh.

Isi MoU tersebut direncanakan akan berisi beberapa poin, tentang kerja sama Aceh dan Papua dalam berjuang bersama serta saling mendukung agar keinginan rakyat Aceh dan Papua dapat diberikan oleh pemerintah pusat.

Dalam pertemuan tersebut turut hadir Pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib (Ketua merangkap anggota dari unsur perwakilan adat), Wakil Ketua I, Yoel Luiz Mulait, S.H., (merangkap anggota dari unsur perwakilan agama), Wakil Ketua II, Debora Mote S.sos., (merangkap anggota dari unsur perwakilan perempuan), serta tujuh anggota MRP lainnya.

Sedangkan rombongan dari Aceh, ikut hadir Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, Jubir Partai Aceh (PA), Nurzahri, Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), dan Dr. Raviq, Tgk. Anwar Ramli, Tarmizi, Iskandar Al-farlaki Falevi Kirani dari unsur DPRA. [] (ril).

 

  • Bagikan