LHOKSEUMAWE – Tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lhokseumawe menangkap tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan modus investasi kelapa sawit yang merugikan salah satu pengusaha kafe di Lhokseumawe mencapai Rp2.740.000.000 Miliar.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto mengatakan, pengungkapan kasus itu berawal adanya laporan polisi dari SI (26), warga Lancang Garam, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, yang merupakan anak EI (56), pengusaha kafe yang menjadi korban penipuan.
AKBP Henki menyebut tim Satreskrim berhasil menangkap tersangka kasus itu berinisial F (53), warga Lancang Barat, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, di sebuah warung dalam kawasan Dewantara pada 10 September 2022.
Polisi juga berhasil mengumpulkan sejumlah barang bukti sebanyak 47 lembar kertas hasil print bukti transfer dilakukan korban kepada tersangka senilai Rp2,74 miliar.
Jumlah uang yang ditransfer secara bertahap bervariasi mulai dari Rp2 juta hingga Rp150 juta. Turut disita dari tersangka, dua mobil jenis Brio dan Rush, satu sepeda motor, serta barang berharga lainnya yang diduga hasil penipuan tersebut.
“Tersangka diduga melakukan penipuan atau penggelapan dengan modus bisnis investasi kelapa sawit dengan menjanjikan keuntungan hingga Rp7 miliar,†kata AKBP Henki saat konferensi pers di Mapolres Lhokseumawe, Selasa (1/11/2022).
Kapolres Henki menjelaskan, kronologi kasus tersebut berawal dari pertemuan tersangka F dengan korban EI terkait investasi kelapa sawit pada 12 Mei 2020 di salah satu warung di Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Keduanya sudah saling kenal sejak tahun 2010 silam.
Saat itu mereka menjalin kerja sama bisnis getah karet, dan akhirnya bangkrut, sehingga pelaku terutang kepada korban sebesar Rp380 juta. Tetapi saat mereka bertemu, tersangka menjanjikan membayar utang sambil meminta bantuan modal, karena tersangka mempunyai bisnis baru yaitu jual beli kelapa sawit yang dikumpulkan dari masyarakat untuk dijualkan ke PT G, beralamat di Tanjung Morawa, Provinsi Sumatera Utara
Ketika itu tersangka mengiming-imingi korban bahwa apabila diberikan modal akan lebih cepat melunaskan utangnya, dan menjanjikan memberikan keuntungan kepada korban 10 persen. “Atas iming-iming tersebut korban tergerak hati dan memberikan modal pertama sebesar Rp27 juta.
Selanjutnya, tersangka dan korban melanjutkan bisnisnya hanya melalui (komunikasi) via telepon, sehingga terjadi transfer dana yang dilakukan korban secara bertahap sebanyak 179 kali transaksi dengan nominal Rp2 juta sampai yang tertinggi sebesar Rp150 juta,†ujar AKBP Henki.
Untuk meyakinkan korban, kata Henki, tersangka menggunakan tujuh nomor sim card dengan mengaku sebagai orang yang berbeda, yaitu F (tersangka) sebagai orang yang dipercaya korban.
Kemudian, R sebagai Direktur PT A (perusahaan sub ke PT G), W sebagai karyawan di PT G. Selanjutnya, Direktur PT Sintong, M sebagai bekingan F dalam menagih uang ke PT G dan E sebagai sepupu F sekaligus anggota di lapangan.
Orang yang berbeda ini merupakan ulah tersangka yang menyamar sebagai orang lain, dengan menggunakan nomor telepon yang berbeda.
Tersangka F mengaku dirinya bersama korban sudah saling kenal sejak 2010 sebagai teman. “Modal yang selama ini saya minta kepada korban, saya pergunakan untuk membayar utang-utang di luar yang harus ditutupi,†kata F kepada wartawan. []