LHOKSEUMAWE – Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (DPM FH Unimal), Teuku Irsyadul Walad Faini, mengapresiasi upaya Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dinas PUPR dan Dinas Perhubungan dalam memperbaiki infrastruktur jalan di ruas lintas Medan–Banda Aceh.
Namun demikian, ia menyoroti minimnya aspek keselamatan dalam pelaksanaan perbaikan tersebut. Menurutnya, beberapa titik jalan yang sedang diperbaiki terlihat berlubang namun tidak dilengkapi rambu peringatan, pamflet pemberitahuan, atau tanda visual seperti cat penanda di sekitar lubang.
“Ketika proses perbaikan dilakukan tanpa perencanaan matang dan tidak memperhatikan keselamatan masyarakat, itu bukan lagi disebut pembangunan, melainkan kelalaian,” ujar Irsyadul Walad, Kamis (17/7/2025).
Ia menegaskan bahwa persoalan ini menyangkut nyawa masyarakat, bukan sekadar teknis lapangan.
“Kita sudah melihat sendiri adanya korban akibat jatuh di lokasi yang tidak diberi tanda. Jalan yang seharusnya menghubungkan kehidupan malah berubah menjadi ancaman. Ini bentuk nyata kelalaian terhadap keselamatan publik,” katanya.
Irsyad mempertanyakan apakah kelalaian tersebut mencerminkan pengabaian terhadap dasar hukum yang telah diatur secara jelas dalam regulasi.
Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 25 Ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam melakukan pemeliharaan jalan, penyelenggara jalan wajib memberikan rambu-rambu, marka, dan alat pengaman pekerjaan jalan.
“Ini bukan pilihan, melainkan kewajiban hukum. Ditambah lagi, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 juga mengatur bahwa rambu lalu lintas sementara wajib dipasang sebelum pekerjaan jalan dimulai dan tidak boleh ditunda,” tegasnya.
Untuk itu, DPM FH Unimal mendesak Pemerintah Kota Lhokseumawe, khususnya Dinas PUPR dan instansi terkait untuk segera memasang rambu dan peringatan di seluruh titik perbaikan jalan, melakukan evaluasi terhadap pelaksana proyek perbaikan serta menyusun dan menerapkan SOP (Standard Operating Procedure) yang berorientasi pada keselamatan publik.
“Jika pembangunan dilakukan dengan mengorbankan keselamatan masyarakat, itu bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran yang dibungkus proyek,” tandas Irsyad.
Ia menegaskan bahwa mahasiswa sebagai bagian dari kontrol sosial tidak akan tinggal diam dalam menyuarakan persoalan ini.
“Suara kami adalah bagian dari pengawasan publik. Kami akan terus menyuarakan kebenaran demi terciptanya Kota Lhokseumawe yang lebih aman, tertib, dan beradab,” tutupnya.