LHOKSEUMAWE- Pakar Hukum Pidana Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara, Yusrizal S.H,M.H., memberi pandangannya mengenai unjuk rasa atau demonstrasi yang dilakukan oleh sebagian insan atau kalangan. Aksi demo merupakan salah satu hak demokrasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya di muka umum/publik.
Unjuk rasa merupakan salah satu bagian dari kehidupan demokrasi untuk mengungkapkan pendapat di muka umum disertai tuntutan-tuntutan tertentu kepada pihak yang didemo. Kata Yusrizal, secara yuridis unjuk rasa di dalam negara hukum yang demokratis memang dijamin dan dilindungi undang-undang. Demikian juga yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Disamping itu, Yusrizal menyebutkan, menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal ini menyatakan: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Sungguhpun demikian, lanjut Yusrizal, perwujudan kehendak bebas menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan tersebut, tetap ada pembatasannya ialah terikat pada ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar seluruh layanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur publik terbebas dari tindakan penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah kemerdekaan menyatakan pendapat.
Terkait dengan perusakan fasilitas umum, Yusrizal menjelaskan, juga dapat diterapkan Pasal 160 KUHP sebagai berikut: “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiahâ€.
Yusrizal menyatakan, bahwa
penghasutan itu sendiri harus terjadi di muka umum dan dilakukan dengan sengaja (kehendak). Dengan penjelasan di atas jelas bahwa Pasal 160 KUHP baru bisa digunakan jika: (a) ada perbuatan menghasut, (b) yang dilakukan dengan sengaja, (c) dilakukan di depan umum, (d) orang yang dihasut melakukan perbuatan yang melawan hukum.
Selanjutnya, Pasal 170 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa, “Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara paling lama lima tahun, enam bulan”. Kekerasan yang dimaksud harus dilakukan di muka umum, karena kejahatan ini memang dimasukkan ke dalam golongan kejahatan ketertiban umum.
Menurut Yusrizal, bila dikaitkan dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan penyertaan ialah apabila orang yang terlibat dalam suatu perbuatan pidana tidak hanya dilakukan oleh satu orang (tunggal), melainkan lebih dari satu orang.
Pada akhirnya, pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi perbuatan tersebut dilakukan dimasa pandemi Covid-19, disaat pemerintah tengah gencar menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang merupakan kebijakan Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2021, untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia. [] (Rilis)