BANDA ACEH – Sanggar Gayo Symphony asal Bener Meriah berhasil keluar sebagai juara dalam Festival Musik Etnik. Festival itu ditutup oleh Kepala Dinas Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, pada Rabu (26/10/2022) malam di Taman Budaya.
Sementara dalam festival itu diraih oleh juara 2 Sanggar Cut Meutia asal Aceh Utara. Juara 3 oleh Komunitas Rheng Panblah asal Banda Aceh dan juara harapan 1 jatuh kepada Sanggar BanKana asal Banda Aceh.
Event ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, berlangsung selama dua hari 25-26 Oktober 2022.
Sebanyak 9 band entik dari seluruh Aceh bersaing dalam festival ini dengan lagu-lagu karya sendiri.
Almuniza Kamal saat penutupan festival menyampaikan, lewat Festival Musik Etnik, Disbudpar ingin melestarikan seni bermusik yang tumbuh di Aceh.
Katanya, festival itu juga memberikan kesempatan kepada para pelaku seni atau musisi, untuk berkarya.
Almuniza menambahkan, pada 2023 akan terselenggara event besar berupa Pekan Kebudayaan Aceh (PKA), selaku ajang budaya terbesar di Aceh. Ia berharap para pelaku seni dan budaya dapat berpartisipasi dalam ajang itu.
Pemerhati Budaya, Mawardi Ali yang juga hadir dalam festival itu menyampaikan apresiasi kepada Disbudpar Aceh atas terselenggarakan kegiatan festival tersebut.
Menurutnya, kegiatan itu menjadi ajang bagi para pelaku seni untuk menghasilkan karyanya. Serta melestarikan keseninan bermusik, khusunya musik etnik.
Ia berharap, kegiatan seperti biasa dilaksanakan beberapa kali dalam setahun. Bahkan ia menyarankan jika bisa, maka dilaksanakan setiap bulan.
Karena memberikan dampak, selain melestarikan musik etnik dan kesempatan berkarya, pelaksanaan event juga menghidupkan UMKM.
Sementara Kabid Seni dan Bahasa, Nurlaila Hamjah mengatakan, musik tidak terlepas dari keselarasan, harmonisasi dan perasaan. Musik merupakan bahasa yang global dimana musik sebagai wujud menyampaikan perasaan, situasi
dan keadaan yang digambarkan secara imajinatif dengan satu keselarasan dan perekat satu kesatuan dan kebersamaan, karena musik tidak memandang perbedaan.
Katanya, untuk peningkatan kemampuan, serta penguasaan bermusik, maka dibutuhkan wadah atau event yang diharapkan mampu menampung dan mengembangkan bakat yang dimiliki oleh generasi muda. Sekaligus memacu kreativitas ke arah yang lebih positif dan bermanfaat. Oleh karena itu, Disbudpar Aceh menggelar Festival Musik Etnik.
Musik etnik garapan merupakan sebuah konsep perpaduan antara musik etnik dengan modernitas. Kata Nurlaila, keunikan yang dimiliki oleh musik etnik di Aceh, harus bisa dimanfaatkan menjadi sebuah peluang. Potensi yang harusnya bisa lebih ditingkatkan dalam usaha memajukan pariwisata dan kebudayaan Aceh.
“Mudah – mudahan kegiatan ini sebagai langkah strategis dalam membantu anak Aceh dalam mengembangkan
Dan mempertahankan khazanah musik Aceh supaya terlepas dan terhindar dari masalah modernisasi negatif serta dapat mewujudkan dirinya menjadi generasi berprestasi yang gemilang,” ujar Nurlaila.
Ia menjelaskan, Festival Musik Etnik ini adalah kegiatan yang dibuat dengan konsep perlombaan dan diikuti oleh beberapa komunitas/group musik dari seluruh Aceh.
Ia merincikan, kriteria penilaian yang akan dilakukan oleh dewan juri meliputi beberapa hal, seperti Performance Skill, Aransemen dan Kreatifitas, Musikalitas dan Harmonisasi serta Aksi Panggung atau Penguasaan Panggung. Nantinya akan menghasilkan 4 kategori juara, yaitu Juara I, Juara II, Juara III dan Juara Harapan. Dan akan mendapatkan hadiah juara berupa uang tunai, plakat dan sertifikat penghargaan sebagai juara. (*)