BANDA ACEH – Layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) mengalami gangguan sejak empat hari lalu. Permasalahan itu memicu masyarakat mendesak pemerintah mengevaluasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Menyikapi kondisi itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Saiful Bahri akrab disapa Pon Yaya meminta agar pihak BSI serius dalam menangani masalah tersebut karena telah berdampak pada perekonomian masyarakat.
Gangguan itu dapat segera ditangani agar tidak mengecewakan sebagian besar masyarakat Aceh yang selama ini secara terpaksa menjadi nasabah bank tersebut. Warga di Aceh disebut saat ini tidak memiliki pilihan menggunakan bank konvensional setelah Qanun LKS berlaku.
“Mungkin sudah saatnya kita mengkaji kembali Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, dengan harapan masyarakat Aceh memiliki alternatif transaksi apabila sistem perbankan terganggu seperti yang dialami BSI,” kata Pon Yaya dalam keterangannya, Kamis (11/5/2023).
Gangguan sistem BSI dalam beberapa hari terakhir, telah berdampak buruk terhadap dunia usaha di Aceh. Gangguan pelayanan tersebut juga telah memicu protes dari sebagian warga Aceh yang menjadi nasabah BSI, ujar Pon Yaya.
Diketahui, bank konvensional hengkang dari Aceh sejak pertengahan 2021 lalu. Bank BNI, Mandiri, BRI, BCA, BTN dan bank konvensional lainnya pamit setelah Tanah Rencong memberlakukan aturan dalam Qanun No. 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mengumumkan layanan perbankan BSI sudah pulih secara bertahap dan nasabah dapat bertransaksi kembali di kantor cabang dan ATM, setelah mengalami kendala pada Senin (8/5/2023).
“Alhamdulillah, saat ini sekitar 1.200 unit ATM BSI pulih dan secara bertahap kantor-kantor BSI telah Kembali beroperasi. Kami senantiasa akan memantau perkembangan secara berkelanjutan,†ujar Corporate Secretary BSI Gunawan Arief Hartoyo kepada wartawan, Selasa (9/5). (*)