Terdakwa Berkeliaran, Ini Kata Kejari Aceh Utara Terkait Eksekusi Koruptor Monumen Pasai ?

  • Bagikan
Monumen Islam Samudera Pasai terletak dikawasan pesisir Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Foto : (Durasi/Erwin)

Durasi, Lhoksukon – Lima terdakwa korupsi Monumen Islam Samudera Pasai sampai sekarang masih dibiarkan berkeliaran ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Kelimanya adalah Fadhullah Bandli selaku (Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara tahun 2012-2016), Nurliana selaku (Pejabat Pembuat Komitmen), Poniem selaku (Konsultan Pengawas), serta Teuku Maimun dan Teuku Reza Felanda selaku (Kontraktor Pelaksana).

Mereka, terkesan begitu leluasa melakukan aktivitasnya sebagai masyarakat biasa ditengah khalayak luas tanpa ada suatu kendala apapun. Padahal, Mahkamah Agung (MA) dengan tegas sudah mengeluarkan salinan putusan nomor perkara 4905.K/Pid.Sus/2024 dan 4906.K/Pid.Sus/2024 pada tanggal 11 Desember 2024 alias 12 hari lalu.

Didalam putusan itu berbunyi : pembatalan vonis bebas kepada lima terdakwa koruptor tersebut. Artinya, vonis bebas yang sempat menjadi angin segar bagi para terdakwa secara otomatis dihentikan.

Vonis bebas yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh bagi para terdakwa itu terjadi pada tanggal 14 November 2023 alias lebih setahun lalu. Putusan bebas kala itu dipimpin langsung oleh R Hendral bersama anggota Sadri dan Daddy.

Masyarakat bersama elemen sipil dan pemerhati anti korupsi meminta Kejaksaan Negeri Aceh Utara, untuk segera menindaklanjuti salinan putusan dari Mahkamah Agung Tersebut. Salah-satunya yang paling intens dan komit menyahuti beragam kasus terkait korupsi adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Transparansi Aceh atau yang kerap dikenal dengan sebutan MaTA.

Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, bersuara lantang terkait putusan salinan Mahkamah Agung tersebut. Perintah itu dinilainya menjadi atensi serius dalam penegakan supremasi hukum di Bumi Serambi Mekkah.

Artinya, putusan MA sesegera mungkin harus ditindaklanjuti oleh Kejari Aceh Utara. Terlebih, para terdakwa masih bebas di masyarakat berseleweran dimana-mana.

Lantas, bagaimanakah sikap tindak lanjut yang akan diambil oleh pengacara negara perihal salinan putusan MA dimaksud ? Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Teuku Muzafar, SH, MH, angkat bicara.

Didalam balasan pesan aplikasi perpesanan whatshaap Durasi, Kejari Aceh Utara, T Muzafar mengatakan, pihaknya masih menunggu rilis petikan putusan MA terlebih dahulu untuk proses eksekusi terdakwa. Kejaksaan belum memperoleh surat resmi salinan putusan terkait pembatalan vonis kelima terdakwa tersebut.

Sebut Dia, kebiasaanya informasi salinan putusan Mahkamah Agung itu akan sampai ke pihak kejaksaan sekitar 2 minggu atau 14 hari. Setelah putusan dimaksud dibacakan terhitung tanggal 11 Desember lalu, ” ungkap Muzafar singkat ketika membalas whatshaap dari Durasi, Senin (23/12).

Menelisik dari petikan whatshaap itu diperkirakan dalam beberapa hari kedepan surat putusan salinan dari Mahkamah Agung akan sampai ke tangan pihak kejaksaan. Sekaligus Ini menjadi pertanda Hari-hari terakhir bagi kelima terdakwa korupsi multitahun dalam proyek Monumen Islam Samudera Pasai.

Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas dari Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh terhadap lima terdakwa korupsi Monumen Islam Samudera Pasai di Kabupaten Aceh Utara. Para terdakwa ini sempat dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penutut Umum oleh Pengadilan Tipikor Banda Aceh pada tanggal 14 November 2023 lalu.

Adapun kelima terdakwa itu adalah Fadhullah Bandli selaku (Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara tahun 2012-2016), Nurliana selaku (Pejabat Pembuat Komitmen), Poniem selaku (Konsultan Pengawas), serta Teuku Maimun dan Teuku Reza Felanda selaku (Kontraktor Pelaksana).

Terdakwa korupsi ini divonis berbeda dalam salinan putusan nomor perkara 4905.K/Pid.Sus/2024 dan 4906.K/Pid.Sus/2024. MA menerima kasasi yang diajukan oleh Penuntut umum dan membatalkan putusan PN Tipikor Banda Aceh yang membebaskan terdakwa tersebut.

MA menjatuhi hukuman  terdakwa  untuk Teuku Maimun selaku kontraktor pelaksana divonis 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 5 bulan. Begitu pula keponakannya, Teuku Reza Felanda yang juga selaku kontraktor pelaksana divonis 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 5 bulan.

Kemudian, Fadhullah Badli selaku Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara tahun 2012-2016 divonis penjara 6 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan. Sementara bawahannya terdakwa Nurliana yang selaku Pejabat Pembuat Komitmen juga bernasib sama divonis penjara 6 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan.

Terakhir, untuk terdakwa Poniem selaku Konsultan Pengawas divonis 4 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan.

Proyek Multitahun

Monumen Islam Samudera Pasai adalah proyek multiyers, yaitu dikerjakan mulai 2012-2017, yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai Rp49 miliar. Dugaan korupsi proyek ini menyeret lima tersangka.

Hasil penelusuran tim penyidik kejaksaan pada tahun 2012, proyek tersebut awalnya dikerjakan PT PNM dengan anggaran senilai Rp9,5 mliar. Kemudian pada 2013 digarap PT LY dengan biaya Rp8,4 miliar.

Selanjutnya, pada 2014 dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp4,7 Miliar. Berikutnya pada 2015 dilaksanakan oleh PT PNM dengan anggaran Rp11 miliar, lalu di 2016 dikerjakan PT TH dengan dana Rp9,3 Miliar, dan pada 2017 giliran PT TAP yang menggarap dengan anggaran Rp5,9 miliar.

  • Bagikan