LHOKSEUMAWE – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Lhokseumawe-Aceh Utara menyoroti putusan hakim pengadilan negeri Lhokseumawe atas vonis denda 12 juta kepada terdakwa selebgram Aceh Herlin Kenza di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, pada Senin (29/11/2021).
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Lhokseumawe Al Muhajir menuntut terdakwa dengan denda pidana Rp 15 juta. Hal ini sebagaimana diatur dalam dakwaan tunggal Pasal 93 UU RI No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atas putusan itu, HMI menilai putusan hakim tidak memenuhi rasa keadilan ditengah masyarakat. Menurut HMI, banyak masyarakat yang kecewa atas perlakuan Herlin yang menyebabkan kerumunan tersebut.
“Seharusnya hakim tidak hanya mengandalkan keyakinannya, tapi juga memperhatikan sosiologi hukumnya, banyak masyarakat yang kecewa atas tindakan Herlin tersebut,” ujar Kabid Hukum dan HAM HMI, Muhammad Adam Ramadhan didampingi Ketua HMI cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, Muhammad Fadli, Rabu (01/12/2021).
HMI juga menilai, putusan hakim juga seharusnya merujuk pada yurisprudensi yang ada, sebagaimana hal itu juga menjadi sumber hukum yang ada di negara Indonesia.
Kabid Hukum dan HAM HMI, juga membandingkan antara kasus Herlin Kenza sang selebgram dengan kasus yang menimpa salah satu ulama Indonesia Habib Riziq Syihab (HRS).
“Nah HRS itu ulama, tapi divonis kasus kerumunan 8 bulan penjara, padahal ia buat keramaian itu ada kegiatan keagamaan. Tapi selebgram itu (Herlin) kami nilai ada kepentingan endorse, ada motif ekonomi tapi cuman denda 12 juta, ini sangat bertentangan. Dan dimana lagi keadilan itu,” ungkap Adam.
Adam yang juga Mahasiswa hukum pidana Unimal itu juga menyayangkan, bahwa hakim pengadilan Lhokseumawe kurang cermat dalam membuat satu putusan.
“Dan kami intinya tidak intervensi hakim, namun hanya konteks mengingatkan hakim, karena mereka juga manusia. Kami ingatkan, putusan ini bertentangan dengan nilai keadilan, dan terkesan pandang bulu,” ujarnya.
Bahkan kader HMI juga menegaskan seakan-akan keadilan itu telah ditutupi bantal.
“Ya, terkesan keadilan ditutupi bantal, sehingga tak mampu melihat secara objektif kerumunan yang dilakukan oleh Herlin ini,” pungkasnya. []