hit counter

Geger, Insentif 29 juta Tapi MA Vonis Asriana dan Sulaiman Bayar Pengganti Rp500 juta

  • Bagikan
Mahkamah Agung (MA). Foto : Ist

” Keluarga terpidana semuanya resah dan dihantui kegelisahan, dari mana cari uang penggantinya seperti perintah Hakim MA  yang diluar nalar ? “

Durasi, Lhokseumae – Keputusan Majelis Hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait perkara korupsi Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah (DPKAD) Kota Lhokseumawe, bikin geger. Pasalnya, insentif yang dieroleh selama 5 tahun senilai Rp29 juta, tetapi dipaksa bayar sesuai vonis hakim MA mencapai lebih Rp500 juta.

” Keluarga terpidana semuanya resah dan dihantui kegelisahan, dari mana cari uang penggantinya seperti perintah Hakim MA  yang diluar nalar ? Coba bayangkan bisa-bisanya uang yang diterima hanya Rp29 juta, tapi bayarnya diatas Rp500 juta, ” ucap salah satu terpidana Marwadi Yusuf dalam salinan tertulisnya yang dikirim ke Durasi, Ahad Malam (27/7).

Ia mengaku, bingung dan tak mampu mencerna keputusan yang diambil oleh hakim kasasi tersebut terhadap dua bawahannya Asriana dan Sulaiman. Untuk terpidana Asriana yang menerima insentif selama lima tahun sejumlah Rp29 juta, diharuskan mengembalikan sebesar Rp540 juta dan hukuman penjara selama 5 tahun.

Sedangkan, Sulaiman sebagai bendahara pengeluaran menerima insentif selama lima tahun sejumlah Rp29juta dan harus mengembalikan senilai Rp514 juta. Padahal, Sulaiman sudah mengembalikan Rp26 juta pada saat pemeriksaan dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

Berikutnya, M. Dahri mantan sekretaris BPKD sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menerima Insentif sejumlah Rp135 juta, tetapi harus mengembalikan sejumlah Rp631juta. Dia, harus  menjalani hukuman kurungan selam empat tahun.

Terakhir, giliran Marwadi Yusuf mantan kepala BPKD Lhokseumawe priode tahun 2020-2022 yang menerima insentif sejumlah Rp192 juta. Dimana, harus mengembalikan senilai Rp540 juta dan harus menjalani hukuman penjara selama 6 tahun yang merupakan hukuman tertinggi diantara 4 orang ASN.

” Sungguh ironi keputusan hakim kasasi pada Mahkamah Agung, kalau dilihat terhadap putusan yang sudah inkrah terhadap 4 PNS Kota Lhokseumawe. Selain pidana penjara yang tidak masuk akal, karena tidak sesuai dengan pidana yang diputuskan ? Memang hakim adalah perwakilan Tuhan di muka bumi, tetapi setiap keputusannya tidak mencerminkan keadilan, ” tandasnya.

Mantan Kepala BPKAD Kota Lhokseumawe, Mawardi Yusuf. Foto : Ist

Mawardi menjelaskan, banyaknya uang pengembalian itu disebabkan karena pembayaran Insentif selama 5 tahun senilai Rp31 miliyar (sesuai hasil audit Inspektorat Lhokseumawe). Dengan penerima berjumlah 260 orang, yaitu terdiri dari Walikota, Wakil Walikota, Sekda, ASN dan non ASN dingkungan kantor BPKD Lhokseumawe.

Kemudian, dalam hal ini oleh Hakim Kasasi Mahkamah Agung diminta untuk membayar secara tanggung renteng, dibagi untuk 5 orang terpidana berkisar Rp540 juta sampai Rp631 juta sehingga dinilai memberatkan terpidana. Sekalipun pembayaran insentif itu ada dasar hukumnya, mulai tercatat dalam APBD Kota Lhokseumawe selama 5 tahun rentan tahun 2018-2022 sebagaimana didakwakan oleh JPU Kajari Lhokseumawe.

Sekaligus, pencairan insentif tersebut juga tercantrum Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang selanjutnya dituang dalam Keputusan Walikota Lhokseumawe baru dapat dicairkan.

Mawardi membeberkan, mencermati keputusan hakim kasasi Mahkamah Agung tentang besarnya uang pengembalian yang harus ditanggung oleh terpidana tentu hal ini  bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 dalam Pasal 4 ayat (1) dinyatakan secara tegas, bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan secara bersama sama dan diadili secara berbarengan. Pidana tambahan uang pengganti tidak dapat dijatuhkan secara tanggung renteng.

Namun dalam kenyataannya Hakim Kasasi Mahkamah Agung justru menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti secara tanggung renteng yang sangat memberatkan terpidana. Hal ini menunjukkan bahwa Hakim Kasasi Mahkamah Agung tidak menerapkan dan memperhatikan ketentuan yang secara eksplisit yang diatur oleh lembaganya sendiri, yaitu Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Artinya, jumlah uang yang diterima insentif dari pajak penerangan jalan masing masing seperti tersebut diatas, maka tidak pantas hakim menjatuhkan pidana seberat dimaksud. Sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Hasil Rapat Pleno kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksaan Tugas bagi Pengadilan.

Pada rumusan hukum kamar pidana pada huruf F angka 1 disebutkan nilai kerugian keuangan negara sampai dengan Rp200 juta dapat diterapkan pasal 3 UUPTPK. dengan ancaman pidana paling rendah selama satu tahun dan uang pengganti paling sedikit Rp50 juta.

” Apa mau dikata semua telah terjadi kita berharap kepada Hakim dapat membaca setiap perkara secara jernih. Tapi, nampaknya jauh panggang dari api dalam kasus ini dan masih banyak kejanggalan-kejanggalan yang yang lain, ” tutup Marwadi.

  • Bagikan