Lhokseumawe Targetkan Retribusi Parkir 2025 lebih Rp1 miliyar

  • Bagikan
Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan (Dishub) Lhokseumawe, Sulaiman, Rabu (12/2). Foto : (Durasi/Erwin).

Durasi, Lhokseumawe – Pemko Lhokseumawe menargetkan retribusi parkir pada tahun 2025 lebih Rp1 miliyar. Artinya, ada kenaikan sebesar Rp200 juta dari tahun 2024 hanya berjumlah Rp850 juta.

Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan (Dishub) Lhokseumawe, Sulaiman menyebutkan, sistem perparkiran dilakukan secara kontrak melalui pihak ketiga. Mereka, bertugas melaksanakan pengaturan parkir dilapangan dan bertanggung jawab penuh berdasarkan nilai kontrak yang sudah disepakati sesuai kajian yang sudah ditetapkan.

Misalkan, untuk tahun ini ada penambahan seperti di pasar impres tahun 2024 Rp13 juta perbulan naik tahun 2025 menjadi Rp23 juta perbulan. Kemudian, jalan sukaramai dan perdagangan dari Rp12 juta perbulan menjadi Rp15 juta perbulan.

” Ada tempat yang baru kita potensikan dan kita fungsikan untuk pemilik café. Kalaupun tidak bersedia menempatkan petugas parkir, tapi mereka bertanggung jawab penuh terhadap retribusi dan ditahun ini sudah difasilitasi mau membayar parkir, ” jelas Sulaiman, Rabu (12/2).

Dijelaskan, bagi pemilik usaha yang memiliki lahan sendiri itu tentu dikenakan wajib pajak dimana pembayarannya langsung ke Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). Namun, seandainya ada memanfaatkan tepi jalan umum dipastikan masuk dalam kategori retribusi parkir, yang mana nilainya bervariasi Rp300-Rp800 juta perbulan.

Tak Ada Jukir Ilegal

Ia juga memaparkan, hasil evaluasi dilapangan di Lhokseumawe, tak ada lagi juru parkir (jukir) yang ilegal. Terkecuali, memang ada beberapa diantaranya yang memang belum memiliki kesadaran alaias malas dalam menggunakan Id Card atau tanda pengenl maupun seragam atribut pakaian.

” Pada prinsipnya parkir di wilayah lhoksumawe gak ada lagi yang liar. Tapi, jukirnya yang malas, mulai alasan baju sempit, kotor hingga abaikan tanda pengenal, ” sebut lelaki yang kerap disapa panggilan Wak Laey.

Selain itu, pihak Dishub memberikan kesempatan bagi pemuda diperkotaan menjadi jukir sebagai upaya memberikan kesempatan kerja. Pihak ketiga diberikan mengelola kalangan pemuda disana setelah berkoordinasi dengan perangkat desa.

” Kita bukan melarang atau membiarkan, tapi diberi kewenangan kepada pemuda melalui pemberitahuan perangkat desa setempat. Kalau ada yang tak pakai baju seragam harus dimaklumi oleh masyarakat, ” lanjutnya.

  • Bagikan