ACEH UTARAÂ – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh menjatuhkan vonis bebas terhadap lima terdakwa korupsi dalam perkara Monumen Samudra Pasai Aceh Utara. Sebelumnya pada putusan sela, terdakwa juga bebas. Artinya ini kali kedua Majelis Hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah.
Sidang pembacaan putusan berlangsung pada Selasa (14/11/2023) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Provinsi Aceh. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim R. Hendral MH bersama dengan dua hakim anggota Sadri, M.H. dan R Deddy Haryanto MH
Dalam putusannya Majelis Hakim menyatakan seluruh terdakwa tidak terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi sehingga atas dasar tersebut para terdakwa dinyatakan bebas demi hukum.
Kelima terdakwa tersebut adalah Fathullah Badli sebagai Kuasa Pengguna Anggaran pada pekerjaan lanjutan konstruksi fisik tahap I sampai V tahun anggaran 2012-2016, Nurliana (Pejabat Pembuat Komitmen) tahap I sampai VI tahun anggaran 2012-2017, Teuku Maimun (Direktur PT. Lamkaruna Yachmoon) rekanan proyek tahap II tahun 2013, tahap III tahun 2014, tahap V tahun 2016 dan tahap VI tahun 2017, Teuku Reza Felanda (Direktur PT Perdana Nuansa Moely) rekanan proyek tahap I tahun 2012 dan tahap IV tahun 2015, serta Poniem (Direktris CV Sarena Consultant) konsultan pengawas proyek.
Erlanda Juliansyah Putra, S.H., M.H. kuasa hukum Fathullah Badli merasa puas dengan putusan Majelis Hakim. Menurutnya sejak awal kasus ini bergulir di persidangan sampai dengan putusan hari ini tidak ada satupun alat bukti yang dapat menjadi petunjuk untuk menyatakan para terdakwa bersalah sehingga putusan tersebut sangatlah tepat.
“Tadi sama-sama kita menyimak, hakim mempertimbangkan seluruh dakwaan penuntut umum tanpa terkecuali. Kami sangat bersyukur keadilan tersebut didapatkan oleh seluruh terdakwa,” kata Erlanda.
Erlanda menambahkan secara hukum review design maupun penggunaan dana APBK diperbolehkan dan ada dasar hukumnya. Sehingga sangkaan yang disematkan untuk terdakwa terkait hal tersebut terbantahkan.
Bahkan pada putusan sela Juli lalu, terbukti dakwaan tidak cermat sehingga seluruh terdakwa dibebaskan. Kali ini setelah pembuktian dilakukan ulang, namun juga gagal terbukti. “Putusan ini sudah tepat sekali karena sudah 2 kali klien kami dinyatakan bebas,” kata Erlanda.
Menurut Erlanda, dalam sidang lapangan pada Selasa (29/8/2023) di Desa Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara lalu, ahli konstruksi bangunan dari Politeknik Lhokseumawe, menyatakan tidak ditemukan kejanggalan dalam kontruksi Monumen Samudera Pasai.
Erlanda menjelaskan saat sidang lapangan saja kita bisa menilai langsung bangunan monumen Samudra Pasai masih berdiri kokoh, sehingga argumentasi penuntut umum berkaitan dengan total loss dan gagal bangunan tidak terbukti.
Selain itu, tiang pancang yang dianggap kurang secara spesifikasi dan volume juga terbantahkan, sebab tiang pancang itu punya fabricant dan dicetak langsung oleh Wika Beton sehingga kualitas beton tiang pancang sudah teruji terlebih dahulu.
“Hal ini menjelaskan bahwa putusan hari ini sudah sangat tepat,” kata Erlanda.
Putusan bebas tersebut, bukan hanya memberikan keadilan bagi terdakwa, tetapi juga memberikan kejelasan masa depan pembangunan Monumen Samudera Pasai. Pasalnya sejak kasus itu bergulir bangunan itu terbengkalai dan tidak terawat.
Sebagai informasi bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi Monumen Islam Samudera Pasai telah berjalan sejak tahun 2021.
“Proyek pembangunan Monumen Samudra Pasai kita dorong agar dilanjutkan karena bangunan ini nantinya dapat menjadi ikon bagi Kabupaten Aceh Utara. Ini akan jadi kebanggan bagi anak-cucu kita nantinya bisa mengetahui sejarah tentang kejayaan Islam melalui Samudera Pasai,” kata Erlanda.
Zaini Djalil yang juga kuasa hukum dari Teuku Maimun juga menyambut baik putusan yang telah dibacakan oleh ketiga hakim tersebut. Menurut Zaini banyak sekali kejanggalan atas kasus ini, sejak awal kami menduga kasus ini terkesan dipaksakan.
Zaini mengatakan metode hammer test yang digunakan ahli pihak penuntut umum tidak akurat, sebab proses pengambilan sampel dilakukan tidak dalam keadaan datar dan tidak dikalibrasi.
Zaini menambahkan di sisi lain tidak ada satupun lembaga berwenang menyatakan kerugian negara dalam perkara itu seperti BPK atau BPKP. Justru, penghitungan kerugian negara dilakukan oleh dosen Universitas Tadulako Palu yang sama sekali tidak memiliki kompetensi untuk menyatakan kerugian negara.
“Padahal kita sudah memiliki 5 Perguruan Tinggi besar, yakni USK, UIN Ar Ranirry, UTU, Unimal, dan Unsam. Kenapa harus jauh jauh menghadirkan dosen dari pulau lain padahal banyak dosen-dosen kita yang juga memiliki pengalaman yang mempuni, ini kan aneh,†kata Zaini.
Dengan putusan bebas, Zaini mengatakan nama baik para terdakwa wajib direhabilitasi agar harkat martabat mereka kembali di mata masyarakat. (*)