ACEH UTARA – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara mengalokasikan Rp603 juta dalam APBK 2023 yang digunakan untuk kegiatan Sanggar Cut Meutia Meuligo Aceh Utara. Namun, pengurus Sanggar Cut Meutia menolak berkomentar tentang penggunaan anggaran meski terdapat dugaan alokasi anggaran yang relatif sama penggunaannya sehingga diduga adanya duplikasi.
Dalam total Rp603 juta untuk kegiatan Sanggar Cut Meutia APBK Aceh Utara 2023, kebutuhan paling tinggi dialokasikan untuk tempat penginapan selama PKA Rp247 juta. Kemudian disusul untuk kebutuhan rehabilitasi anjungan PKA Rp200 juta, serta belanja makan dan minum selama kegiatan PKA Rp33,5 juta. Semua alokas tersebut masuk dalam APBK Aceh Utara 2023 dengan kode Rencana Umum Pengadaan (RUP) 39272951.
Namun, dalam RUP APBK 2023 berkode 39281632 juga terdapat kebutuhan untuk makan dan snack tim tari, musik, dan official senilai Rp30,6 juta. Belum diketahui perbedaan di antara dua kebutuhan yang sepintas serupa peruntukannya.
Adanya duplikasi penggunaan anggaran, baik dari APBN maupun APBD, disinyalir akan menyebababkan inefisiensi bahkan berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.
Saat ini, Sanggar Cut Meutia Meuligo Aceh Utara sedang mengikuti kegiatan PKA di Banda Aceh yang berlangsung sejak 4-12 November 2023. Dari pengumuman panitia PKA, untuk kategori tari kreasi, Sanggar Cut Meutia bahkan tidak masuk dalam lima besar.
Mengenai adanya kesamaan alokasi anggaran tersebut, seorang pengurus Sanggar Cut Meutia, Oeyoeng Walad, menolak ketika dikonfirmasi. Setelah menelepon beberapa kali, Rabu (8/11/2023) malam, Oeyoeng yang dikabarkan menjabat koordinator Sanggar Cut Meutia menolak memberikan keterangan. Ia malah menyerahkan telepon kepada Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Yulizar.
Yulizar membantah tidak ada duplikasi anggaran dalam alokasi untuk kebutuhan PKA. Menurutnya, data di atas berbeda dengan data sekarang. “Tapi nanti setelah PKA saya berikan data baru,†janjinya.
Disinggung tentang keterbukaann di Sanggar Cut Meutia, termasuk perilaku Oeyoeng yang menjual nasi dari usahanya sendiri ke para penari, Yulizar meminta berita itu tidak usah ditulis. Bahkan Yulizar menjual sejumlah nama wartawan resmi atau wartawan senior di Aceh Utara dan Lhokseumawe yang mengetahui kasus tersebut tetapi tidak menulisnya.[]