Akhir akhir ini banyak ditemukan terjadinya penyalahgunaan dan penyelewengan pengelolaan dana keuangan desa. Dari mulai adanya temuan yang bersifat administratif seperti kesalahan Perencanaan Penganggaran Belanja pd beberapa kegiatan di desa, sampai dengan temuan yang bersifat melanggar hukum seperti tindak korupsi penggelapan penggunaan dana keuangan desa.
Terkait dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk memberikan tambahan wawasan baik kepada perangkat desa maupun masyarakat desa tentang perlunya pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa, siapa saja yang terlibat dalam pengawasan tersebut, dan hal hal apa saja yang menjadi objek pengawasan, sehingga diharapkan baik perangkat desa maupun masyarakat dapat berperan serta secara aktif namun tidak over reaktif dalam berpartisipasi mengawasi penggunaan dana keuangan desa.
Merujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa, yang dimaksud dengan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan Pengelolaan Keuangan Desa berjalan secara transparan, akuntabel, tertib dan disiplin anggaran, serta partisipatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk diketahui, saat ini tidak kurang terdapat tujuh stakeholders yang melakukan pengawasan terhadap desa diantaranya adalah : APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah), APH (Aparat Penegak Hukum), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPD (Badan Permusyawaratan Desa), Camat, dan Masyarakat Desa.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat/daerah melalui APIP mengatur peran Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (UU 6/2014 ps 112), dimana peran Pemerintah pusat memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan (UU 6/2014 ps 113 (f)), Menteri melakukan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa secara nasional (Permendagri 73/2020 ps 2).
Peran Pemerintah provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Desa (UU 6/2014 ps 114 (h).
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan pengawsan pengelolaan keuangan desa di wilayah daerah provinsi (Permendagri 73/2020 ps 3), dan peran Pemerintah kabupaten/kota mengawasi pengelolaan Keuangan Desa pendayagunaan Aset Desa serta melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa (UU 6/2014 ps 115 (g,h).
Bupati/Walikota melakukan pengawsan pengelolaan keuangan desa di wilayah daerah kabupaten/kota (Permendagri 73/2020 ps 4). Pengawasan pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh Camat menurut pasal 19 ayat (2) Permendagri 73 tahun 2020 adalah dalam bentuk melakukan evaluasi, baik evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBDesa (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa), evaluasi Pengelolaan Keuangan Desa dan Aset Desa, dan evaluasi terhadap dokumen laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pengawasan yang dilakukan oleh BPD lebih kepada pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa dalam pengelolaan keuangan desa, dari mulai perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, laporan, sampai capaian pelaksanaan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Desa, RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Desa dan APBDesa.
Hasil pengawasan yang dilakukan oleh BPD disampaikan kepada Kepala Desa dalam musyawarah BPD dan juga kepada camat dan APIP daerah kabupaten/kota.
Masyarakat Desa melakukan pengawasan keuangan desa dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan yang ada di desa melalui partisipasi dalam musyawarah desa untuk menanggapi laporan terkait pengelolaan keuangan desa, penyampaian aspirasi terkait pengelolaan keuangan desa, dan penyampaian pengaduan masyarakat. Hasil pemantauan oleh masyarakat disampaikan kepada Pemerintah Desa dan BPD untuk mendapat tanggapan atau tindaklanjut.
Dalam hal hasil pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat terdapat keluhan, maka diselesaikan secara mandiri oleh Desa berdasarkan kearifan lokal melalui musyawarah BPD. Jika penyelesaian hasil pemantauan dianggap kurang memuaskan, maka hasil pemantauan dapat disampaikan kepada camat untuk dilakukan mediasi. Jika hasil pemantauan masyarakat tersebut terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang, kerugaian Keuangan Desa atau indikasi tindak pidana korupsi, masyarakat dapat menyampaikan hasil pemantauan kepada APIP daerah Kabupaten/Kota.
Saat melakukan pemantauan kegiatan di desa, masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa.
Informasi yang dapat diberikan pemerintah desa meliputi APBDesa, Pelaksana kegiatan anggaran dan tim yang melaksanakan kegiatan, realisasi APBDesa, realisasi kegiatan,kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana dan sisa anggaran (permendagri 73/2020 ps 23 (4).
Untuk lebih memahami hal-hal apa saja yang dapat menjadi objek pemantauan pengawasan kegiatan di desa, berikut diinformasikan struktur APBDesa, dimana didalamnya terdapat seluruh operasional kegiatan desa dalam satu tahun anggaran. APBDesa secara garis besar terdiri dari tiga pos utama, yaitu Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
Pendapatan terdiri dari : Pendapatan Asli Daerah, yang berisi Hasil usaha desa (Badan Usaha Milik Desa, Tanah Kas Desa), pengelolaan kekayaan desa (tambatan perahu, pasar desa, pemandian umum, irigasi dll), swadaya, partisipasi dan gotong royong (berupa barang dan tenaga yang dinilai dengan uang), lain-lain PAD (hasil pungutan desa).
Transfer, yang berisi Dana Desa (bersumber dari APBN atau pemerintah pusat), Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah (bagian alokasi dana dari penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk Desa) , ADD (Alokasi Dana Desa bersumber dari APBD yaitu minimal sebesar 10% dari Dana Alokasi Umum ditambah Dana Bagi Hasil) dan bantuan keuangan Provinsi dan Kab (umum dan khusus).
Pendapatan lain lain, yang berisi hibah, sumbangan pihak ketiga dan lain lain pendapatan desa yang sah (hasil kerjasama dan bantuan perusahaan yg ada di Desa). Pos Belanja digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa seperti pembayaran Belanja Pegawai (penghasilan tetap, tunjangan Kepala desa dan perangkat, tunjangan BPD dan operasional BPD), Pelaksanaan Pembangunan Desa (Belanja Barang/Jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan spt ATK dan Belanja Modal), Pembinaan Kemasyarakatan (perjalanan dinas untuk sosialisasi, Karang Taruna, PKK), Pemberdayaan Masyarakat Desa (pemberian BLT, pemberian barang pada kelompok masyarakat desa), dan Belanja Tidak Terduga (penanggulangan covid 19, makan minum rapat, upah kegiatan).
Sedangkan pos pembiayaan terdiri dari dua jenis, yaitu Penerimaan Pembiayaan yang berisi sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, pencairan dana cadangan, dan hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan, dan Pengeluaran Pembiayaan yang bertujuan untuk pembentukan dana cadangan, dan penyertaan modal desa.
Demikianlah paparan singkat terkait Pengawasan Keuangan Desa, diharapkan dengan mengetahui apa yang menjadi objek pemantauan dan pengawasan keuangan desa dan dengan adanya pemahaman yang baik maka potensi penyalahgunaan wewenang seperti Realisasi Pelaksanaan Kegiatan tidak sesuai dengan perencanaan, Tanah Kas Desa belum dimasukkan dalam APBDesa, kekurangan volume, dan penyerapan anggaran tidak sesuai ketentuan dapat diminimalisir.
Asas Transparansi dalam pengelolaan keuangan desa dimana membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa sangat diharapkan, sehingga dapat meminimalisir potensi terjadinya penyalahgunaan/penyelewengan APBDesa, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembangunan desa sehingga menjadi desa yang maju dan mandiri. (*)