ACEH UTARA- Keuchik Gampong (Desa) Tempel, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara, Dwijo Warsito, angkat bicara mengenai perkara terhadap dirinya yang divonis 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon pada 29 Desember 2021, terkait kasus pemalsuan ijazah SMA sebagai persyaratan administrasi menjabat keuchik (kepala desa).
Sebelumnya, Keuchik Dwijo dilaporkan salah seorang masyarakat Gampong Tempel, Hlenora Crista Februana Hutabarat perihal perkara tersebut ke Polres Aceh Utara pada 21 Oktober 2019. Nora saat itu merupakan salah satu dari empat kandidat calon Keuchik Gampong Tempel, Kecamatan Cot Girek pada September 2019. Akhirnya, Hlenora menggugat perkara itu ke pengadilan.
“Kisruh di Gampong Tempel pada dasarnya di latar belakangi dari dua orang calon keuchik saat pemilihan keuchik pada September 2019. Tapi keduanya kalah dalam pesta demokrasi itu, salah satu calon yang kalah dan menggugat saya ke pengadilan yaitu Hlenora Crista Februana Hutabarat,” kata Keuchik Gampong Tempel, Kecamatan Cot Girek, Dwijo Warsito, Senin 21 Februari 2022.
Jadi, sebut Dwijo, kisruh itu mulanya muncul dari ketidakpuasan atau kekecewaan mereka karena tidak menang ketika pemilihan keuchik saat itu, sehingga dua calon keuchik yang kalah tersebut membuat kegaduhan dan menggiring dirinya terkait pemalsuan ijazah dalam mencalonkan kepala desa menurut mereka. Padahal, pemilihan keuchik dilaksanakan pada September 2019, dan dilantik Oktober 2019.
“Namun anehnya, Hlenora melaporkan masalah itu setelah saya dilantik hingga digugat ke pengadilan. Kalau memang menurut pandangan dia (Hlenora/calon keuchik yang kalah) ada kejanggalan persyaratan administrasi saya mencalonkan diri sebagai keuchik, kenapa tidak semenjak awal mendaftarkan calon keuchik melakukan protes, mengapa usai dilantik saya menjadi keuchik definitif. Ini kan jelas sekali ada kekecewaan atau tidak menerima kekalahannya itu,” ucap Dwijo Warsito.
Akan tetapi yang lebih mendasar permasalahannya adalah, lanjut Dwijo, sebenarnya bukan hanya karena kekalahan tersebut. “Namun, ibu Hlenora Crista Februana Hutabarat pernah meminta kepada saya menjadi Kaur Pemerintahan Gampong Tempel. Tapi ketika itu 2019, saya tidak bisa memberikan jabatan tersebut, mengingat pada posisi jabatan itu sangat sensitif. Artinya, jabatan vital maka saya tidak bisa memberikan kepada sembarangan orang,” ungkapnya.
“Karena khawatir apabila saya memberikan posisi jabatan itu kepada yang bersangkutan, maka hal-hal yang lain bisa terjadi ke depan. Kalau sekarang saja di luar perangkat desa mereka begini, bagaimana jika posisinya di dalam satruktur desa. Itu lebih berbahaya lagi,” jelas Dwijo Warsito.
“Terkait kepala desa sampai sekarang masih saya menjabat, itu kan ranah pemerintah daerah dan sejauh ini belum ada surat pemberitahuan apapun kepada saya. Meskipun sudah ada putusan pengadilan perkara itu, tapi saya akan melakukan upaya banding,” ujar Dwijo.
Sementara itu, Hlenora Crista Februana Hutabarat, mengungkapkan, dirinya melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lhoksukon berkenaan pemalsuan ijazah SMA dari Keuchik Dwijo Warsito itu, karena merasa tertipu.
“Saya gugat karena saya merasa tertipu, dan dirugikan secara materi maupun moril,” ungkap Hlenora.
Nora menambahkan, sampai sekarang masih menjabat, makanya masyarakat resah. Namun kata dia, putusan hukum sudah ada, hanya belum inkracht karena banding. Lagipula itu kamuflase waktu saja.
“Masa kampung kami dipimpin seorang narapidana, memalukan. Belum lagi penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) sampai menimbulkan demo masyarakat beberapa hari lalu,” ungkap Hlenora Crista.
Untuk diketahui, Dwijo Warsito (39 tahun) Kepala Desa (Keuchik) Gampong Tempel, Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara, divonis 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon pada 29 Desember 2021.
Meski mengajukan permohonan banding, terpidana kasus pemalsuan surat berupa izasah jenjang SMA itu, masih aktif menjabat sebagai keuchik.
Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon, majelis hakim yang memutus perkara Nomor: 313/Pid.B/2021/PN Lsk, diketuai Fauzi dan masing-masing sebagai anggota yaitu, T. Latiful, Br dan Muchtar. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erning Kosasih, S.H., dan Muliadi, M.H. [] (Red).