ACEH UTARA– Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Utara menggelar pelatihan dan sosialisasi terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran bagi pekerja media dan anggota PWI Aceh Utara, di kantor PWI setempat, Kecamatan Syamtalira Bayu, Sabtu, 10 Mei 2025.
Seluruh anggota PWI turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Ketua PWI Aceh Utara, Abdul Halim, SE, bersama Sekretaris PWI Aceh Utara, Said Aqil Almunawar, memaparkan sejumlah poin penting dalam RUU Penyiaran yang saat ini tengah dibahas di DPR RI. RUU ini dirancang sebagai revisi atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan mencakup sejumlah regulasi baru terkait isi siaran, lembaga penyiaran, serta pengawasan teknis dan administratif.
Salah satu sorotan utama dalam sosialisasi ini adalah kekhawatiran terhadap pasal yang berpotensi membatasi praktik jurnalisme investigasi. RUU menyebutkan larangan terhadap penayangan “konten investigatif eksklusif”, yang dinilai dapat membatasi kebebasan pers dan peran media dalam mengungkap kebenaran. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi fungsi kontrol sosial media terhadap kekuasaan dan kepentingan publik.
Selain itu, RUU tersebut memperkuat peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengawasi dan menyensor konten siaran. Namun, hal ini menuai kritik karena dinilai memberi kekuasaan besar kepada KPI tanpa disertai mekanisme pengawasan yang memadai. Banyak kalangan menilai bahwa pengawasan tanpa kontrol justru berpotensi disalahgunakan dan mengarah pada bentuk baru pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat.
Isu lainnya mencakup regulasi terhadap platform digital seperti YouTube, Netflix, dan layanan over-the-top (OTT), yang sebelumnya belum diatur secara spesifik dalam UU lama. RUU ini juga mengatur ulang perizinan penyiaran, pembatasan kepemilikan media, serta sanksi yang lebih tegas bagi pelanggaran, mulai dari denda administratif hingga pencabutan izin.
Para peserta kegiatan menyampaikan keprihatinan mereka terhadap implikasi hukum yang bisa merugikan media kecil dan independen yang memiliki keterbatasan sumber daya.
Abdul Halim menekankan pentingnya sosialisasi ini agar para wartawan memahami isi RUU yang berpotensi berdampak langsung pada praktik kerja jurnalistik.
“Wartawan harus melek regulasi agar dapat memperjuangkan kebebasan pers dengan bijak dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Halim juga berharap agar para jurnalis aktif menyuarakan pandangan kritis terhadap regulasi yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan publik dan kebebasan informasi.
Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian PWI Aceh Utara terhadap isu-isu kebebasan pers dan masa depan penyiaran di Indonesia. Melalui diskusi dan edukasi seperti ini, diharapkan seluruh pekerja media di Aceh Utara dapat lebih siap menghadapi tantangan regulasi serta memperkuat posisi jurnalisme sebagai pilar keempat demokrasi yang independen dan profesional. []