JAKARTAÂ – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya. Pada Senin (5/2/2024), Ketua DKPP RI Heddy Lugito memberikan sanksi dalam sidang atas 4 perkara, 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres ke KPU di Pemilu 2024. Sanksi peringatan keras ini membuktikan bahwa ada yang salah dengan proses Pilpres 2024. Ada cacat legal dan moralitas atas dipaksakannya salah satu kandidat wakil presiden yang sejak awal menjadi pemahaman publik bahwa yang bersangkutan belum memenuhi syarat legal maupun kapasitas personal.
Sanksi diberikan lantaran KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 tanpa mengubah PKPU terlebih dahulu terkait syarat usia capres-cawapres usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023.
Di sisi lain, level permainan yang sudah mulai naik, secara dramatis diturunkan oleh Pimpinan tertinggi negara. Pencederaan hukum untuk mengubah syarat menjadi capres – cawapres telah terjadi.Proses ini berujung pada vonis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bahwa Ketua MK melanggar etika berat sehingga diberhentikan dari posisinya.
Sudirman Said, Ketua Institut Harkat Negeri (IHN), mengajak seluruh masyarakat, terutama kaum terpelajar, untuk terus memperkuat sikap kritis, menyuarakan perlunya meninggikan etika dan moral dalam pengelolaan negara dan pemerintahan.
“Kaum terdidik punya kewajiban moral memberi teladan dan menentukan arah jalannya peradaban kita. Para Pemimpin, terlebih seorang presiden, memiliki tanggung jawab menjadi teladan terdepan dan contoh terbaik,” kata Sudirman menanggapi Putusan DKPP, Selasa (6/2/2024).
Menurutnya, mengutip pernyataan FD Roosevelt, Presiden ke-32 Amerika Serikat: ‘Peran seorang presiden bukanlah sekadar menangani urusan administrasi. Itu hanya bagian terkecil dari tugas presiden. Ia juga bukan pekerja teknis yang tingkah lakunya diukur oleh efisien atau tidaknya suatu program’.
“Bangsa ini sedang menunggu kepekaan moral Presiden Joko Widodo, sebagaimana presiden-presiden yang lalu yang mencerminkan kebesaran moral seorang pemimpin,†Sudirman Said menutup keterangan tertulisnya. (*)